Cerita Rakyat "Bulusan" yang Berkembang di Daerah Kudus

Bagaimana tradisi bulusan dapat terjadi?
Cerita tentang tradisi Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus. Sebuah tradisi keramaian di musim kupatan (lebaran Idul Fitri ke-8) yang sudah turun temurun dari dulu hingga sekarang. Bagaimana asal-usul tradisi Bulusan? Cerita Bulusan mengisahkan tentang Mbah Dudo, seorang alim ulama penyebar agama Islam di Kudus. Beliau mempunyai murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam, Mbah Dudo berniat mendirikan pesantren di kaki Pegunungan Muria.
Perjalanan panjang mulai ditempuh....
Mbah Kyai Dudo setelah melakukan perjalanan yang panjang kemudian menemukan daerah yang dituju dengan diberi tanda sebuah pohon maja. Pohon maja tersebut menunjukkan bahwa wilayah tersebut dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Setelah menemukan pohon itu, Mbah Kyai Dudo kemudian beristirahat dan mulai membabat hutan yang masih ditumbuhi semak belukar, hutan belantara, dan daerahnya berawa-rawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa nama dukuh seperti Ngrau dan Pulo. Wilayah ini dulunya sangat angker. Tidak seorangpun yang berani menjamah bahkan membabat hutan di sini karena masih banyak satru galak (hewan liar) dan juga bangsa halus sehingga dahulu sering dikatakan jalmo moro jalmo mati (siapa yang datang akan mati). Tetapi Mbah Kyai Dudo memberanikan diri untuk membabat hutan dan mendirikan pesanggrahan (peristirahatan) di sini sambil menyebarkan agama Islam. Sebagai tanda dibukanya pedukuhan baru oleh Mbah Kyai Dudo maka ditanamlah biji duku yang dibawa dari kerajaan Mataram. Kelak di Dukuh Sumber inilah terkenal dengan buah dukunya yang konon rasanya paling enak di seluruh Indonesia. Sampai sekarang hal tersebut masih kurang terbukti kebenarannya. Hal ini dapat dilihat dari jarangnya pohon duku yang tumbuh di sekitar kawasan Dukuh Sumber.
Pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran, Sunan Muria datang untuk bersilaturrahim dan membaca Al Quran bersama Mbah Dudo, sahabatnya. Dalam perjalanannya, Sunan Muria melihat Umara dan Umari sedang ndaut atau mengambil (dengan cara mencabuti) bibit padi di sawah pada malam hari. Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata kepada mereka berdua, “Lho, malam Nuzulul Quran kok tidak baca Al Quran, malah ndaut (mencabuti benih padi) di sawah, berendam di air seperti bulus saja!” 
Sunan menanyakan mengapa malam-malam masih ‘’krubyak-krubyuk’’ seperti bulus. Akibat perkataan itu, Umara dan Umari seketika menjadi bulus (kura-kura air tawar). Kata-kata kanjeng Sunan Muria tersebut dimungkinkan diungkapkan dengan unsur ketidaksengajaan atau tidak bermaksud untuk mengutuk para petani itu menjadi bulus.
Sedih menyelimuti hati...
Mbah Dudo bersedih hati setelah mengetahui hal tersebut. Salah seekor bulus dengan nada yang sedih berkata 
”Barangkali kita berdosa karena bekerja di malam hari, apalagi di malam bulan suci Ramadhan.”
“Tapi siapakah yang melarang orang bekerja malam-malam?” sanggah bulus yang lainnya. 
“siapa tahu Dewi Sri tidak rela padinya di cabuti malam-malam?” ujar bulus lain. 
Maklum pada waktu itu pendalaman mereka soal agama Islam masih bercampur dengan kebudayaan nenek moyang sehingga mereka masih percaya dengan keberadaan Dewi Sri. Selain itu, Mbah Dudo dalam dakwahnya pun tidak menghilangkan secara keseluruhan kebudayaan-kebudayaan mereka, yakni dengan cara memadukan antara kebudayaan tersebut dengan kebudayaan Islam (akulturasi budaya).
Peristiwa ini membuat Mbah Kyai Dudo kebingungan karena dua santrinya Umaro, Umari serta masyarakat yang membantu mencabuti benih padi telah menjadi seekor bulus. Mbah Kyai Dudo kemudian meletakkan bulus-bulus itu di bawah pohon maja. Tak lama kemudian, Mbah Dudo datang meminta maaf atas kesalahan kedua santrinya kepada Sunan Muria. Namun nasi sudah menjadi bubur, Umara dan Umari sudah menjadi bulus dan tidak mungkin dapat kembali lagi berubah menjadi manusia seperti semula. Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah dan dengan ridho Allah keluarlah mata air atau sumber, sehingga diberilah nama tempat itu dengan nama Dukuh Sumber. Kemudian tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon tombo ati (menyerupai batang pohon kluwak).
Bulus-bulus tersebut ditinggal oleh Kanjeng Sunan Muria. Di kemudian hari, Sunan Muria datang dengan maksud untuk menengok bulus-bulus itu. Tiba-tiba bulus-bulus itu berjalan mengikuti Mbah Sunan ke arah selatan, saat Mbah Sunan menengok ke belakang, beliau terkejut karena segerombolan bulus tadi mengikutinya dari belakang. Namun, Mbah Sunan menanggapinya dengan tersenyum. Mbah sunan tersenyum di dekat sawah yang sampai saat ini sawah itu dinamakan sawah “praseman”, yang jaraknya ±100 m dari tempat bulus. Menurut mitos yang ada, di sawah praseman pada setiap malam Jumat Wage terdengar suara gong gamelan, padahal di sana tidak ada gong maupun gamelan yang dimaksud.
Saat Mbah Sunan masih berjalan ke arah selatan sawah sampai pada sebuah gundukan tanah dan duduk di situ menunggu datangnya bulus, karena beliau berpikir mungkin bulus-bulus itu tadi masih mengikutinya. Oleh karena itu, daerah dekat tanah gumuk (gundukan tanah) tersebut dinamakan daerah “Togok”.  Sebab Mbah Sunan “mbegogok” menanti bulus-bulus tersebut. Setelah bertemu dengan bulus, Mbah Sunan berkata, 
“Wes kowe-kowe ayo melu aku mengko tak dokok neng tengahe desa, kowe-kowe mengko ben dikirimi anak putunem”. 
Bulus-bulus itu disuruh menetap di tengah sawah yang kemudian didirikan makam buatan.
Lama kelamaan bulus-bulus tersebut tiba-tiba beranak pinak, meski asal mula bulus tersebut berkelamin jantan yang kemudian oleh warga disebut dengan Mbah Dudo. Akan tetapi, pada kenyataannya bulus tersebut berkembang biak dengan kuasa Allah SWT.
‘’Itu cikal bakal syawalan bulusan,’’ ujar warga RT 4 RW 5, Dukuh Sumber, Hadipolo, Kecamatan Jekulo, itu.
Ternyata terbukti...
Faktanya, setiap warga sekitar yang punya hajat biasanya caos dhahar (memberi makan) kepada ‘’sesepuh desa’’ melalui sang juru kunci. Makanan kesukaan biasanya berupa telur rebus. Entah benar atau tidak, yang jelas itu sudah berlangsung sejak dahulu dan dipercaya masyarakat sekitar karena berdasarkan keyakinan masyarakat, jika mereka tidak mengirim Mbah Dudo, maka pasti acara atau hajatnya ada halangan. Ini terbukti ketika narasumber pernah mengadakan acara pengajian, pada saat acara akan dimulai speaker yang dipasang tidak bisa digunakan dengan baik, kemudian datanglah Mbah Seran bertanya, “Wes ngirim Mbah Dudo tah durong?”  
Kemudian Mbah Seran menyuruh istrinya untuk menanak nasi yang akan dikirimkan ke Mbah Dudo. Setelah berbicara seperti itu tiba-tiba speaker yang tadinya mati langsung hidup kembali. 
Selain itu, ada kisah lain pada saat menggali sumur meskipun sudah memiliki kedalaman yang lebih, namun tidak keluar sumber airnya. 
Ketika ditanya oleh tetangga sebelah, “Sudah mengirim ke Mbah Dudo?” ternyata belum. Lalu mereka mengirim ke Mbah Dudo dan pada akhirnya sumur tersebut mengeluarkan sumber mata air.
Zaman dahulu ketika makam didirikan berfungsi sebagai tempat untuk berteduh. Panitia perayaan Bulusan bernama Aris Djunaidi. Ketika hari H (Bulusan) selalu memukul “kentong” yang di ada masjid daerah tersebut sebagai tanda perayaan Bulusan itu dimulai.
Setiap tanggal 8 Bulan Syawal, tepat 7 hari setelah lebaran selalu diadakan perayaan “Bulusan” yang dihadiri oleh semua keturunan khususnya warga Sumber dan sekitarnya. Untuk meramaikan adat tersebut, warga desa juga mengadakan pertunjukan wayang. Selain itu juga ada banyak pedagang yang menjajakan dagangannya yang berupa “barang kreweng” sebagai oleh-oleh saat datang di perayaan Bulusan.

Diolah dari berbagai sumber:
https://www.google.com/search?client=opera&q=cerita+rakyat+kudus+bulusan&sourceid=opera&ie=utf-8&oe=utf-8&channel=suggest
http://aizzatulkhikmah.blogspot.com/2012/05/tradisi-bulusan-sumber-kudus.html
http://tabiestari.blogspot.com/2013/04/bulusan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bulusan_(tradisi)

Komentar

  1. Top Real Money Casinos With Free Spins - Casino Roll
    Here at Casino Roll, we 강원랜드바카라 focus on offering 배팅사이트 some of the best real money slots and pci e 슬롯 scratch games, online slots, and live dealer 10bet games as 바카라싸이트 well as a range

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Membaca Ekstensif dan Membaca Intensif

Merindu Bahu